Artikel Hukum
3 Langkah Hukum Yang Bisa Kamu Lakukan Ketika Ditipu Partner Bisnis
Kontributor: Fauxell Admin
Kondisi geo-politik dan sosial-ekonomi yang makin tidak menentu membuat banyak kalangan menemui berbagai kesulitan, salah satunya kesulitan ekonomi. Sudah barang tentu kondisi terdesak menjadi alasan utama bagi beberapa kalangan untuk mendapatkan dana darurat dengan berutang, salah satunya pengusaha.
Utang-piutang sendiri, secara hukum merupakan peristiwa dimana kreditur (pemberi utang) memberikan pinjaman uang kepada debitur (penerima utang) yang didasarkan janji akan mengembalikan dengan jumlah yang sama atau lebih pada waktu yang telah di tentukan. Pengertian utang-piutang sama dengan perjanjian pinjam meminjam yang dijumpai dalam ketentuan KUH Perdata Pasal 1754 menjelaskan bahwa “pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah barang-barang tertentu dan habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam keadaan yang sama pula.”
Dinamika di dunia usaha membuka celah yang lebar bagi penerima utang untuk melalaikan kewajibannya kepada pemberi utang. Jangankan mendapatkan utang pokok-nya kembali, seringkali pemberi utang harus ‘merelakan’ uangnya dan membiarkan Tuhan yang membalas tindakan wanprestasi penerima utang. Bagi utang-piutang yang didasarkan oleh kepercayaan, hal ini kebanyakan disebabkan oleh motif ingin mempertahankan tali silaturahim.
Di luar dari skema utang-piutang yang diberikan oleh lembaga atau institusi resmi, tidak jarang para pengusaha melakukan utang-piutang dengan hanya berdasarkan kepercayaan tanpa kontrak yang jelas. Dalam hal ini, seringkali pemberi utang tidak mafhum bahwa sesungguhnya perbuatan wanprestasi diatur dalam pasal 1243 KUH Perdata, dimana “penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”.
Terkadang, perbuatan wanprestasi penerima utang juga disertai perbuatan melawan hukum, yang merugikan pemberi utang dan mewajibkan penerima utang menggantikan kerugian itu, sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Misalnya seperti ketika ada partner bisnis yang menggelapkan dana perusahaan, menjual aset kantor untuk kepentingan pribadi atau menjaminkan aset perusahaan untuk berutang kembali ke bank.
Adanya jaminan juga tidak menjadi hal yang dipikirkan oleh pemberi utang, padahal sangat mungkin hal ini diperjanjikan di awal kesepakatan kalau ada kontrak yang mengikatnya. Kebanyakan pemberi utang beranggapan bahwa setelah penerima utang melakukan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum, maka dia otomatis bisa dikenai hukuman pidana dan tinggal dilaporkan kepada polisi. Padahal bukan begitu cara kerja hukum di Indonesia, beberapa langkah hukum yang bisa kamu lakukan dalam hal ini adalah:
1. Musyawarah untuk mufakat
Langkah hukum pertama yang bisa kamu lakukan adalah melakukan musyawarah. Utamanya ketika kamu sudah kenal lama dengan partner sekaligus penerima utang ini. Seringkali mufakat yang dicapai dari musyawarah memberikan solusi yang cukup alot, memerlukan kesabaran dan ketabahan ekstra. Kamu juga bisa meminta bantuan kuasa hukum dalam proses ini untuk memberikan power lebih dalam bernegosiasi.
2. Mengajukan gugatan perdata ke pengadilan
Selain musyawarah, kamu sebenarnya juga bisa mengajukan gugatan perdata ke pengadilan negeri setempat. Kamu bisa memintakan nominal biaya kerugian dan bunga, baik secara sendiri maupun dengan kuasa hukum. Akan tetapi untuk mengajukan gugatan perdata, kamu memerlukan bukti-bukti yang cukup agar bisa menang kasus, belum lagi kekuatan eksekusi dari gugatan perdata biasa sangat bergantung kepada pihak penerima utang itu sendiri.
3. Memintakan sita jaminan
Salah satu langkah hukum yang paling memiliki kepastian adalah dengan memintakan jaminan yang dikenakan hak tanggungan dan akta pengakuan hutang. Menurut pasal 224 HIR/Pasal 248 RBg grosse/ salinan pertama dari akta otentik yang dibuat di hadapan notaris atas pengakuan hutang memiliki kekuatan eksekutorial, sehingga dapat dimohonkan langsung eksekusinya kepada pengadilan. Akta pengakuan hutang yang berdiri sendiri tetap harus diajukan lewat gugatan perkara biasa, akan tetapi ketika terdapat accesoir atau ikutan berupa pengenaan hak tanggungan atas jaminan, maka jaminan ini bisa langsung diajukan ekskusinya kepada pengadilan. Hal ini sesuai dengan ketentuan atas hak tanggungan dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan Atas Tanah.
Proses perlindungan utang-piutang dengan menggunakan akta notariil tentunya dianggap sebagai langkah yang terlihat sulit, mahal dan tidak ramah bisnis. Tentu saja hal ini tidak akan tampak seberat itu jika kamu mendapatkan pendampingan dari konsultan yang mengerti kebutuhanmu, sekaligus punya akses terhadap perlindungan hukum yang kamu perlukan. Legal Process Outsourcing Fauxell hadir untuk kamu sobat pengusaha sekalian yang memerlukan bantuan dalam meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan ketika melakukan kerjasama bisnis dengan pihak lain. Pilihan paket harga beragam sesuai dengan problematika dan kebutuan kamu sebagai pengusaha.
Kamu juga bisa mendapatkan konsultasi awal gratis selama 30 menit, kontak kami untuk bikin janji konsultasi ya!
Sumber:
https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/1996/4TAHUN~1996UUPenj.htm
Kontak Kami
Alamat Kantor
Surapati Core M-30, Bandung, Indonesia 40192
Telepon/Whatsapp
+62 811-2108-585
fauxell.office@gmail.com
© PT FAUXELL ADITAMA INDONESIA 2024
All Rights Reserved