Artikel Hukum
Baru Seminggu, Baim Wong Tarik Pendaftaran Merek Citayam Fashion Week?!
Kontributor: Fauxell Admin
Meski Baim Wong dan Paula Verhoeven mengklaim kalau niat mereka melestarikan adu gaya di Citayam Fashion Week, aksi pendaftaran merek melalui perusahaan mereka, PT Tiger Wong Entertainment menuai komentar pedas pada akun media sosial netizen.
Dilansir dari laman Instagram pribadinya, Baim Wong mendaftarkan Citayam Fashion Week pada tanggal 20 Juli 2022 dengan tujuan ingin melestarikan ajang musiman itu untuk memajukan fashion Indonesia di mata dunia.
Hal ini membuat banyak pihak mengerutkan dahi dan mengangkat alis keheranan, termasuk Ridwan Kamil. Lewat laman Twitter-nya pada 25 Juli lalu, Gubernur Jawa Barat tersebut berkomentar bahwa Citayam Fashion Week merupakan gerakan organik akar rumput yang seharusnya dilestarikan dengan cara organik dan natural pula, bukan diformalkan atau dimewahkan apalagi oleh orang luar.
Kalau betul iya mau bantu melestarikan ajang tersebut, kenapa harus sampai didaftarkan merek-nya? Atas nama perusahaan pula, bukan atas nama kreator-kreator dari ajang itu sendiri.
Seolah menjawab cuitan Ridwan Kamil, sehari setelahnya Baim Wong memberikan pernyataan bahwa ia akan melepaskan atau mencabut kembali pendaftaran merek Citayam Fashion Week dari Ditjen HKI. Pendaftar lainnya atas nama Indigo Aditya Nugroho melakukan langkah penarikan serupa atas pendaftaran merek yang dilakukannya pada 21 Juli 2022, sehari setelah Baim Wong melakukan pendaftaran.
Uniknya, kedua pendaftaran yang pernah dilakukan dan ditarik oleh Baim Wong dan Indigo Aditya Nugroho ini berada di kelas yang sama, yakni kelas 41. Memangnya bisa ya, dua subjek berbeda mendaftarkan merek dengan nama dan kelas yang sama dalam rentang waktu yang berdekatan seperti itu? Gimana nasib kreator asli dari ajang adu gaya jalanan itu seperti Bonge, Roy, Jeje, Kurma dan kawan-kawannya.
Hukum Indonesia mengatur pendaftaran merek dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek. Di dalam peraturan tersebut, fokus yang ditekankan adalah prosedur pendaftaran merek yang bisa menyebabkan suatu merek bisa diterima atau ditolak saja. Secara spesifik, ini tidak memberikan kewenangan bagi Ditjen HKI untuk menentukan ‘pemilik asli’ dari suatu merek pada tahap pendaftaran. Adapun ruang yang diberikan oleh Ditjen HKI bagi mereka yang merasa haknya digunakan oleh pihak lain, dilakukan pada masa pengumuman sesuai dengan Pasal 16 (1). Seseorang yang merasa berkeberatan dengan pendaftaran merek tersebut, apapun alasannya, bisa menyampaikan surat keberatan secara tertulis kepada Menteri dengan biaya dikenakan kepada pihak yang berkeberatan tersebut.
Artinya? Tidak banyak yang bisa dilakukan para kreator jikapun merek yang telah mereka ciptakan itu didaftarkan oleh orang lain. Tanpa penarikan kembali atau pembatalan yang secara sukarela dilakukan oleh pemohon atau kuasanya, Ditjen HKI akan tetap memproses suatu pendaftaran merek sesuai prosedur. Hal yang akan diperhatikan oleh Ditjen HKI hanyalah kesesuaian merek dengan kriteria merek yang dapat didaftarkan. Misalnya apakah ada merek serupa di kelas yang sama, atau unsur kemiripan pada pokoknya dengan merek yang sudah terdaftar. Jikapun diteruskan, Baim Wong dan Indigo Aditya Nugroho kemungkinan akan dihadapkan pada pembuktian proses ‘siapa yang duluan daftar,’ dengan satu pihak menang dan satu pihak kalah.
Apakah Bonge, Roy, Jeje, Kurma dan kawan-kawan tidak bisa mendaftarkan merek tersebut atas nama bersama?
Jawabnya BISA!
Karena Pasal 5 ayat (1) juga sudah secara spesifik menyatakan bahwa diperbolehkan bagi suatu merek didaftarkan oleh lebih dari 1 pemohon. Akan tetapi sifat pendaftaran merek yang lebih berpihak kepada kesadaran dan keinginan pemohon tentu memerlukan hal serupa dari para pencetus Citayam Fashion Week.
Jadi, meski dari segi hukum sebetulnya sah-sah saja bagi pihak manapun, termasuk Baim Wong dan Indigo Aditya Nugroho untuk melakukan pendaftaran merek. Tetapi terdapat sisi sosial yang perlu diperhatikan seperti etika dan norma kewajaran yang berlaku di masyarakat. Meskipun mungkin niat keduanya adalah untuk melestarikan gerakan organik akar rumput dari generasi muda, tetapi sesungguhnya pintu pendaftaran HKI bukan jalan satu-satunya atau jalan pertama.
Sesuai namanya, perlindungan Hak Kekayaan Intelektual diperuntukkan bagi para pemilik dari properti tak terlihat berupa aset intelektual yang memiliki nilai. Sehingga HKI sesungguhnya lebih tepat jika diperjuangkan oleh pencetus, pencipta, atau pembuat HKI tersebut. Monetisasi HKI? Tentu bisa, tetapi banyak hal-hal yang perlu dilewati terlebih dahulu terlepas dari sistem first to file dari pendaftaran HKI. Mungkin kontrak kerja sama, kontrak royalty, draft lisensi merek, atau lain sebagainya, yang bisa disepakati dengan para pencetus, pencipta atau pembuat HKI tersebut tanpa menyakit perasaan sosial masyarakat. Jadi gak terkesan asal cepat-cepatan daftar saja.
Belajar dari kasus ini, mudah-mudahan sobat Fauxell sekalian terutama para kreator bisa tergerak untuk tidak mengabaikan rasa sosial kemasyarakatan dalam mendaftarkan ciptaannya. Pastinya, jangan asal daftar sama konsultan manapun, karena gak semua konsultan HKI otomatis dilengkapi sama rasa sosial kemasyarakatan dalam pendaftaran ciptaan.
Perlu konsultasi seputar HKI? Yuk! #LebihMudahBerusaha bersama Fauxell.
Kontak kami sekarang!
Kontak Kami
Alamat Kantor
Surapati Core M-30, Bandung, Indonesia 40192
Telepon/Whatsapp
+62 811-2108-585
fauxell.office@gmail.com
© PT FAUXELL ADITAMA INDONESIA 2024
All Rights Reserved