Artikel Hukum
Thrifting, Bisnis Hits tapi Ilegal
Kontributor: Fauxell Admin
Thrifting adalah istilah kekinian buat kegiatan membeli barang bekas atau pre-loved. Kegiatan ini menjadi tren yang semakin populer di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Badan Pusat Statistik ('BPS’) menyatakan bahwa hingga 2022 lalu, terdapat 26,22 ton produk pakaian bekas impor yang nilainya setara dengan Rp 4,22 M dari total 23 negara importir ke Indonesia.
Hal tersebut tidak mengherankan, karenaa dalam beberapa tahun terakhir, banyak toko baik online maupun fisik yang melakukan kegiatan thrifting ini. Mereka menjual barang bekas, termasuk pakaian bekas dengan harga terjangkau, yang dijadikan sebagai daya tarik utama bagi konsumen. Utamanya, generasi yang menyukai kegiatan thrifting adalah gen Z, atau individu yang saat ini berusia 20 tahun-an. Target pasar ini ingin mendapatkan alternatif beragam yang modis dengan lebih hemat, sekaligus berkontribusi terhadap keberlanjutan lingkungan.
Seperti dilansir oleh BPS, dari total 23 negara importir, Australia, Jepang, Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, Tiongkok, Perancis, Thailand, Belanda dan Inggris menduduki jajaran teratas sebagai negara importir. Sayangnya, impor tersebut dilakukan secara ilegal. Pakaian bekas merupakan barang yang dilarang untuk impor sejak dikeluarkannya Peraturan Menteri Perdagangan No. 51 tahun 2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas.
Peraturan tersebut diperbarui melalui Peraturan Menteri No. 18 tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Kebanyakan importir ilegal ini melakukan aksinya dengan menggunakan kontainer dan kemasan berlabel barang/benda lain dengan keterangan barang yang diperbolehkan untuk impor, padahal isi dari kontainer tersebut adalah barang-barang yang tidak diperbolehkan untuk impor. Ratar-rata barang-barang tersebut masuk lewat jalur pelabuhan di daerah perbatasan Batam dengan Singapura dan Kalimantan dengan Malaysia.
Bagi beberapa pihak, termasuk pemerintah, impor barang bekas, termasuk pakaian bekas ini dapat merugikan industri tekstil dalam negeri, dan justru mengancam lingkungan. Produk impor yang dijual murah membuat industri tekstil dalam negeri dianggap kehilangan pasar, dan pakaian bekas berdasarkan Peraturan Menteri, termasuk ke dalam limbah mode. Menurut Wakil Ketua DPR Bidang Koordinator Industri dan Pembangunan, Rachmat Gobel, impor beberapa jenis barang bekas termasuk pakaian menjadikan Indonesia sebagai negara penampung dan pengguna sampah, sehingga merendahkan martabat negara.
Pakaian bekas yang dijual secara bal-balan itu tidak semuanya layak jual, sehingga pada akhirnya cukup banyak sisa pakaian yang harus dibuang. Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan kota Bandung sendiri mencatat per 2021 bahwa timbunan pakaian bekas atau kain mencapai 14,46% dari total 1.500 ton sampah per hari. Sampah-sampah tersebut berasal dari pusat perdagangan pakaian bekas di kota Bandung seperti Pasar Cimol Gedebage, Sentra Rajut Binong dan pusat penjualan kain di Cigondewah. Beberapa jenis kain dengan bahan dasar sintesis seperti polyester atau lycra memerlukan waktu 20-200 tahun untuk terurai, sehingga justru menimbulkan masalah lingkungan.
Kendati demikian, di sisi lain, bisnis thrifting ini cukup menggiurkan bagi para pelaku usahanya. Salah satu pelaku usaha thrifting mengaku bahwa hanya dengan bermodalkan 6 juta Rupiah, dirinya bisa balik mendapatkan keuntungan hingga 5 kali lipat. Hal ini juga dikarenakan banyak barang-barang bekas bermerek yang kualitasnya masih baik dan dalam kondisi layak pakai. Harga barang bekas bermerek tersebut bisa turun hingga 4 kali lipat lebih murah dari harga aslinya. sehingga menjadi incaran kaum muda yang ingin tampil modis dengan harga murah.
Para pelaku usaha dan konsumen thrifting berpendapat bahwa kegiatan tersebut dapat menjadi alternatif untuk mengurangi konsumsi barang baru yang berlebihan, mengurangi limbah tekstil, serta memberikan peluang ekonomi bagi para pedagang dan konsumen yang bergantung pada pasar barang bekas. Utamanya, thrifting menjadi solusi bagi masyarakat berpenghasilan rendah, yang mengandalkan thrifting sebagai sumber barang serta pakaian murah dan terjangkau.
Nah, gimana kalau menurut Sobat Fauxell?
Kamu termasuk yang pro atau kontra sama kebijakan pemerintah yang satu ini? Yuk komentar dan bagikan ceritamu!
Kontak Kami
Alamat Kantor
Surapati Core M-30, Bandung, Indonesia 40192
Telepon/Whatsapp
+62 811-2108-585
fauxell.office@gmail.com
© PT FAUXELL ADITAMA INDONESIA 2024
All Rights Reserved